Tugas ke - 13
Kapita Selekta, 5 Desember
2013
Pembicara : Mrs. Dr. Endah
Murwani
Seorang
pembicara pada kelas kapita selekta tanggal 5 Desember 2013 adalah ibu Dr.
Endah Murwani, membahas tentang "Kekerasan Simbolik dalam Iklan."
Beliau memulai kelas dengan bertanya, kepada setiap mahasiswa di mana untuk
laki laki, bisa kalian beritahu perempuan yang cantik itu seperti apa?
Sedangkan, untuk perempuan bisakah
kalian beritahu lali-laki ganteng atau keren seperti apa ?
Kebanyakan
laki laki menjawab, sosok perempuan cantik itu biasanya putih, mulus, langsing,
wajah bersih dari jerawat, berambut hitam lurus. Kemudian perempuan menjawab,
laki laki six pack, tinggi, tubuh atletis itu keren. Semua persepsi mengenai
hal tersebut sadar atau tidak sadar berasal dari pengaruh iklan terhadap
kehidupan kita.
Mulai
dari pagi hari hingga malam hari kita pasti bertemu dengan iklan tanpa terbatas
ruang seperti televisi, radio, majalah, koran, billboard, tiket pesawat, kereta api, bus Trans Jakarta, lift,
toilet, dll. Iklan dianggap menjadi suatu hal yang sangat penting dalam
menghadapi persaingan bisnis.
Pergeseran
Fungsi Iklan
Iklan
pada dasarnya adalah untuk menjual atau menawarkan produk dan untuk menunjang
pemasaran tapi seiring berkembangnya jaman, maka terjadilah pergeseran fungsi
iklan tersebut. Saat ini, iklan kini menanamkan suatu gaya hidup yang membuat
kita tanpa sadar mengikuti suatu gaya yang kita lihat melalui iklan tersebut.
Iklan
tidak hanya memvisualisasikan kualitas dan atribut dari produk yang harus
dijualnya, tetapi mencoba membuat bagaimana sifat atau ciri produk tersebut
mempunyai arti sesuatu bagi kita, yang membuat kita ingin membeli produk
tersebut bukan dilihat dari fungsi utamanya tapi fungsi lainnya.
Contoh
:
Misalnya,
untuk melakukan kerja sama MOU (Memorandum of Understanding) mengapa harus
memakai pulpen Montblanc ? Padahal hanya digunakan untuk tanda tangan, namun
lebih untuk menunjukan peristiwa
penting.
Dalam
hal ini, fungsi komunikasi iklan menjadi dua bagian, sebagai berikut :
u Fungsi
informasional, iklan memberitahukan kepada konsumen tentang karakteristik
produk.
u Fungsi
transformational, iklan berusaha untuk mengubah sikap-sikap yang dimiliki oleh
konsumen terhadap merek, pola-pola belanja, gaya hidup, teknik-teknik mencapai
sukses dan sebagainya.
Kemudian
mengenai kekerasan simbolik, bila mendengar kata ‘kekerasan’ pertama kali yang
terlintas dalam pikiran kita adalah kekerasan yang menyangkut fisik. Namun,
Kekerasan simbolik adalah pemaksaan sistem simbolisme atau makna atas kelompok
tertentu seakan-akan hal itu dianggap sebagai sesuatu yang sah dan benar. Kekerasan simbolik jelas bukan
kekerasan fisik. Simbol
adalah mekanisme representasi, dapat berwujud tekstual, visual, warna atau
bunyi. Fenomena simbolik merupakan gejala yang khas manusiawi. Hanya manusia
yang mampu menciptakan dan memaknai simbol karena kemampuan akal budinya. Karena itu memahami simbol
merupakan kerja akal-budi.
Menurut
Bourdieu, arena iklan tidak hanya menjadi ajang kontestasi image simbolik
produk yang ingin dipasarkan namun juga image simbolik realitas sosial secara
luas. "Tanpa disadari, cara kita berpenampilan, berpakaian, berjalan,
makan, dan cara-cara lainnya sering terbentuk melalui iklan. Begitu pula dengan
kategorisasi-kategorisasi lainnya, seperti cantik, modern, harmonis, sukses,
dan lainnya,"
Media
dan iklan sering tanpa disadari, merupakan sarana yang sesungguhnya dapat
digunakan untuk melakukan tindakan pembelajaran dari kelas atau kelompok sosial
tertentu. Citra-citra simbolik diproduksi melalui iklan, contoh pada iklan
Ponds, WRP, L-Men. Misalnya iklan Ponds yang menciptakan citra simbolik bahwa
perempuan harus berkulit putih dan wajah putih mulus merona. Iklan WRP
menciptakan citra simbolik bahwa perempuan harus bertubuh langsing. Sedangkan
pada iklan L-Men menciptakan citra bahwa seorang pria harus bertubuh atletis
dengan memiliki six pack.
Iklan
WRP menanamkan pesan pada kita bahwa seorang perempuan harus berbadan langsing
dan taglinenya adalah "sure you can do" memiliki arti bahwa kita bisa
seperti model dengan iklan tersebut dengan cara memakai produk WRP. Kekerasan
simbolik yang ada dalam iklan WRP ini adalah Perempuan langsing = adalah
perempuan yang cantik.
Sedangkan
pada iklan L-Men menanamkan pesan bahwa laki laki harus berbadan atletis dengan
six pack dan otot yang menonjol bukan kurus kerempeng agar disukai oleh para
perempuan. Kekerasan simbolik yang terjadi pada iklan L-Men adalah laki laki
atletis = adalah pria yang keren dan disukai wanita.
Dari
iklan tersebut akhirnya terciptalah suatu kelumrahan di masyarakat. Terciptanya
kelumrahan tersebut membuat sesuatu yang disuguhkan dari iklan diterima oleh
masyarakat. Hal inilah yang dinamakan kekerasan simbolik, dimana menerima tanpa
sadar dan menganggap hal yang disuguhkan oleh iklan adalah hal yang benar dan
wajar.
Kesimpulan
Ketika
kita mendengarkan kata kekerasan, sering kali mengaitkannya dengan kasus
penganiayaan atau tindakan yang dapat membuat orang lain menderita dan
sengsara. Namun, kekerasan simbolik pada dasarnya yang dimaksudkan dalam hal
ini bukanlah seperti itu. Melainkan, pemaksaan sistem simbolisme atau makna
atas kelompok tertentu seakan-akan hal itu dianggap sebagai sesuatu yang sah
dan benar. Dampak kekerasan simbolik itu halus, tak terasakan, tak dapat dilihat
bahkan oleh korbannya sendiri. Pelaku
kekerasan simbolik adalah mereka yang memilki kekuasaan seperti orang tua,
guru, dosen, direktur, dll. Bahkan, berbagai media turut memiliki andil yang
cukup besar dalam melakukan kekerasan simbolik terhadap penontonnya melalui
cuplikan iklan yang secara terus-menerus (rutin) ditayangkan di layar televisi
atau media-media lainnya. Dalam hal kekerasan simbolik berhubungan erat kaitannya
dengan pencitraan.
Iklan
yang dibahas dalam kelas kapita selekta antara lain Ponds, WRP, L-Men di mana
dengan slogan yang khas dan kemasan iklan yang mampu menarik minat pemirsa
ternyata mampu menjadi salah satu faktor terjadinya kekerasan simbolik.
Dampak kekerasan simbolik ini efeknya
lebih dahsyat. Kekerasan simbolik menjadi kekuatan laten justru karena ia
bermain di dalam pola pikir dan pembentukan cara memandang dunia yang
mengarahkan nilai, perilaku, dan cara bertindak bagi individu, yang diterima
begitu saja seolah semua itu berjalan
secara normal dan wajar. Kekerasan simbolik menjebak dan menjerat individu
dalam sebuah belenggu makna yang tanpa
mereka sadari menindas eksistensi dan membelenggu kebebasannya untuk bertumbuh
menjadi manusia yang utuh. Kekerasan simbolik terjadi ketika dominasi ini
dianggap sebagai sesuatu yang wajar dan memang sudah seharusnya demikian,
bahkan diterima begitu saja oleh mereka yang sesungguhnya ”tertindas”.
0 comments:
Post a Comment