Regulasi Penyiaran, Mengapa Penyiaran Harus Diatur dalam Perundang-undangan?

Kapita Selekta, 5 September 2013


Pembicara : Mr. Paulus Widiyanto
Judul : Regulasi Penyiaran, Mengapa Penyiaran Harus Diatur dalam Perundang-undangan ?


Pada pertemuan mata kuliah Kapita Selekta minggu lalu tanggal 5 September 2013, kelas kami kedatangan seorang pembicara yang hebat dan sangat mengerti akan masalah perundang-undangan yang membahas mengenai penyiaran, beliau adalah Bapak Paulus Widiyanto. Begitu banyak hal yang berguna bagi mahasiswa terutama kelompok kami saat mendengarkan penjelasan bahwa penyiaran itu sangat penting diatur dalam UU dan perjuangan beliau dalam membuat UU Penyiaran tahun 1999 bahkan, saat ini beliau juga kembali dipercayakan untuk membuat UU Penyiaran yang baru.
Penyiaran harus diatur karena terdiri dari 2 bidang. Yang pertama itu sebenarnya terkait dengan content, dimana hal tersebut menyangkut kepentingan masyarakat karena mampu mempengaruhi sikap dan perilakunya. Dan yang kedua terkait masalah teknologi, karena penyiaran menggunakan gelombang elektromagnetik (frekuensi) milik Negara yang merupakan ranah publik sehingga sangat penting diatur dalam UU agar terlaksana dengan tertib, teratur, dan mencapai tujuan bersama.
Tak dapat dipungkiri pula penyiaran tanpa adanya bantuan teknologi maka, tidak akan tersampaikan dengan baik. Oleh karena itu, yang diatur dalam UU Telekomunikasi no. 36 tahun 1999 adalah mengenai Elektromagnetik, Satelit, dan Kabel Viber Optik. Penyiaran menggunakan teknologi penting untuk menstrasmisikan pesan.
Televisi sebagai media dengar, baca dan pandang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tabiat atau perilaku khalayaknya. Televisi yang menggunakan system analog lama-lama akan berpindah menggunakan system digital. Masyarakat semakin lama akan semakin interaktif dengan kemajuan teknologi ini. Penghematan energi juga menjadi salah satu factor pendukung perubahan analog ke digitalisasi. Selain itu dari segi gambar dan suarapun akan menjadi lebih bagus dan lebih jernih.



Pernahkah muncul dibenak kita siapa saja yang boleh menjadi penyelenggara penyiaran Indonesia ?  Karena pada dasarnya walaupun kita telah menjadi mahasiswa Komunikasi masih ada saja yang belum mengetahui hal ini, sesungguhnya hanya setiap warga negara Indonesia (bukan orang berkebangsaan Asing) yang bisa menjadi pemohon dengan meminta ijin kepada negara yaitu antara lain; pemerintah menkominfo, dan KPI.Peraturan ini sendiri merupakan peraturan yang berlaku i Indonesia. Lain halnya di luar negeri seperti di Amerika yang memperbolehkan siapa saja untuk menjadi penyelenggara pengyiaran.
 Setelah itu, ketika mereka telah mendapat ijin siar maka tidak boleh setiap dari mereka menurunkan/memindah tangankan ijin tersebut. Alasannya karena masa berlaku pendek (jangka waktu terbatas) dan mengantisipasi terjadinya pemusatan kekuasaan yang takut akan dimonopoli (penyalahgunaan kuasa).
Begitu besarnya kemampuan penyiaran dalam mempengaruhi khalayak dalam jumlah massal, maka hal ini ditetapkan dalam mencegah monopoli sumber informasi. Hal ini terlihat dalam kasus kepemilikan media yang bergabung dalam partai politik. Sebagai media massa yang mempunyai pengaruh besar untuk mencerdaskan masyarakat harus tetap bersifat netral, independen dan tidak memihak.
Diversity of Ownership and Diversity of Content merupakan filosofi awal terbentuknya UU untuk mengatur penyiaran di Indonesia. Namun, seiring perkembangan jaman filosofi ini mulai luntur dan terabaikan oleh pemilik kekuasan. Terbukti dengan banyaknya pemilik media yang juga merupakan pemilik partai kini mereka berlomba-lomba menggunakan media tersebut sebagai alat bantuan penyaluran promosi. Memang hal tersebut sah saja dilakukan oleh pemilik meda namun, harus tetap diatur oleh KPU agar content yang dihadirkan tetap berimbang dan tidak membuat masyarakat jenuh. Maka dari itu, beliau kini mencanangkan UU mengenai penyiaran yang baru dengan lebih menekankan pada Pembatasan bukan Larangan seperti yang diatur dalam UU Telekomunikasi sebelumnya Tahun 1999.
Tata format penyiaran diatur dalam UU No 32 Tahun 2002. Format satu televisi yang semakin bervariasi dengan yang lain merupakan langkah yang diambil untuk menentukan segmentasi khalayak. Ketidakmampuan pemerintah dalam menghadapi kapital ekonomi kepemilikan modal yang besar menjadi salah satu sebab terbentuknya kepemilikan media dengan pemilik yang sama. Dalam semua siaran yang dipertontonkan harus mengikuti Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standart Program Penyiaran. Disana diatur juga tentang adegan kekerasan yang harus mengikuti standart dalam penyiaran yang diperuntukkan untuk masyarakat.
Banyak kita jumpai iklan-iklan yang disiarkan di televisi. Iklan sebagai sumber modal utama dalam pemasukan dana juga tetap harus memperhatikan standart yang berlaku. Iklan tidak boleh mengandung unsure SARA ataupun pornografi. Iklan juga tidak boleh diselingi dalam acara ritual keagamaan ataupun kenegaraan. Sebagai wujud menghormati kepercayaan ritual keagamaan dan agar audiens dapat menangkap pesan yang ingin disampaikan secara utuh maka perlu diatur agar iklan tetap bisa berjalan sesuai fungsinya dan tidak merugikan pihak manapun.

Sekilas tentang Pembicara :

Mr. Paulus Widiyanto


Beliau merupakan seorang Media Literacy. Saat Ini, melakukan riset Media Literacy di MCM, Yogyakarta. Sebelumnya beliau adalah Managing Editor di LP3ES, Prisma Magazine dan anggota DPR-RI.
Pendidikan :
Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta. Bachelor, International Relation and Communication 1969 – 1974
SMA Johannes De Britto, Yogyakarta, 1968
Seminari Santo Paulus, Palembang, 1961 - 1964/65
Pengalaman :
·        Anggota DPR-RI, Oktober 1999 - September 2004
·        Indonesia Democratic Party for Struggle, Commision 1, Chairperson of Special Committe for Broadcasting Act; Access to Information Bill
·        Ketua Pansus UU No. 32/2002 Tentang Penyiaran
·        Penggagas lahirnya Televisi Lokal di Indonesia
·        Dewan Penasehat Asosiasi Televisi Lokal Indonesia, ATVLI
·        Ketua Masyarakat Cipta Media, MCM, Mei 2009 - sekarang
·        Ketua Masyarakat Komunikasi Dan Informasi, MAKSI
·        LP3ES - Lembaga Penelitian Pendidikan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Majalah PRISMA, Jakarta, April 1973 - April 2005

·        Radio ARH, Jakarta, 1974 - 1978

1 comments:

  1. Lucky Club | LUCKY CLUB, LUCKY, NOVEMBER 2020 | Lucky
    Lucky Club is an online casino also offering poker, blackjack, and baccarat. We 카지노사이트luckclub also feature live dealer games and progressive jackpots. Rating: 5 · ‎10 votes

    ReplyDelete