TUGAS KE - 7
KAPITA SELEKTA 24 OKTOBER 2013
HUBUNGAN MEDIA KONVENSIONAL DENGAN
MEDIA SOSIAL
MEDIA SOSIAL
PEMBICARA: JEROME EUGENE WIRAWAN
Pembicara
pada kelas kapita selekta pada tanggal 24-Oktober 2013 kedatangan seorang
jurnalis dari Media Indonesia yang bernama Jerome Eugene Wirawan. Beliau adalah
redaktur halaman internasional pada Media Indonesia.
Pada saat Beliau memberikan kuliah umum di Fikom Untar
lalu, Beliau banyak menjelaskan mengenai hubungan antara media konvensional
dengan media sosial. Pada awal kuliah, Beliau menunjukkan kepada kami beberapa
cuplikan film Ressurecting The Champ mengenai kisah seorang wartawan bernama
Erik yang mampu mengangkat sebuah kisah mengenai atlet juara dunia yang
berakhir menjadi seorang gembel. Kesuksesan Erik membawa Erik untuk menjadi
salah satu presenter di acara pertandingan tinju terkenal yang bernama SHOW
TIME. Dalam cuplikan yang Bapak Jerome tunjukkan, terdapat cuplikan mengenai
percakapan Erik dengan pimpinannya.
Menurut Beliau, pilar pertama dari jurnalistik
adalah fakta karena FAKTA ITU SUCI. Pendapat apapun yang diterima jurnalis tidak boleh diterima
secara mentah-mentah, harus dianalisis dan dibuktikan kebenarannya dari
bukti-bukti yang ada. Tugas jurnalis adalah mengungkap fakta.Namun seringkali
fakta tersebut tidak sesuai dengan apa yang diberitakan. Pada kesempatan
tersebut, Beliau memberikan contoh kasus mengenai kasus divisi Humas Polri yang memberitakan mengenai “kisah
heroik” anggota mereka dalam melumpuhkan seorang penjahat. Namun yang sesungguhnya
terjadi tidak demikian.
Dari cuplikan film
yang diputar, terdapat kata-kata : There
is no journalism anymore, There is no news” Dapat disimpulkan bahwa pilar
pertama jurnalistik tidak mudah untuk diterapkan dalam prakteknya. Maka dari
itu dikatakan bahwa fakta itu suci.
Pilar kedua dari jurnalistik yang dibahas adalah kebenaran. Yang
menjadi pertanyaannya adalah kebenaran menurut siapa. Dalam hal ini kebenaran
harus objektif dan tidak berpihak pada kelompok kepentingan tertentu. Banyak
jurnalis yang melaporkan fakta, tetapi kebenaran sering dimonopoli. Dalam menjelaskan
pilar kedua ini, Beliau menjelaskan mengenai kasus Lumpur Lapindo melalui sudut
pandang wartawan TV One dan wartawan RCTI. Di satu sisi, jurnalis mengungkapkan
fakta,namun kebenaran kerap kali di monopoli demi kepentingan-kepentingan
tertentu.
Saat memberikan kuliah, Beliau juga menunjukkan beberapa
foto mengenai kasus perang suriah,mengenai bom yang ada di Boston yang
cenderung menunjukkan foto yang sadis. Dalam surat keputusan Dewan Pers
tahun 2006 pasal 4 menjelaskan bahwa
wartawan Indonesia tidak boleh bohong, fitnah, sadis, cabul dalam membuat
berita. Namun dalam kenyataan yang ada, jurnalis mungkin pernah melihat berita
sadis sesuai dengan fakta. Namun dalam peraturan tersebut fakta yang
diberitakan menjadi tidak senyata yang ada di lapangan.
Dalam pembahasan mengenai media sosial, Beliau berkata
bahwa ketika media konvensional itu sangat diatur keberadaannya dan isinya
sedangkan media sosial tidak. Kita bisa dengan bebas melakukan retweet, tweet,
broadcast message atau pesan di facebook mengenai hal apapun. Di sisi lain
ketika orang lain menggunakan media sosial, kita bisa membaca berita lebih
banyak ketimbang membaca berita di koran yang hanya memuat 5 berita saja dalam
1 halaman. Jaman ini, terdapat fenomena dimana “. According to a
2013 study from the pew Research Center, 72% of adults get most news from
friends and family, including social media. People are finding new ways to get
information.”
Tidak hanya memiliki dampak positif, media sosial juga
memiliki dampak negatif. Menurut Beliau ada 2 kekurangan yang membuat media
sosial berbeda dengan media konvensional. Media sosial dalam menyampaikan
berita harus ditanggapi kritis oleh masyarakat karena fakta yang disampaikan
tidak dapat dipercayai sepenuhnya dan tidak reliable. Dalam media
sosial, sejauh mana berita itu dapat di pertanggungjawabkan. Ketika muncul
sebuah tweetm belum tentu sumber yang dia dapatkan itu benar.
Sedangkan mengenai hal reliable, Beliau menyatakan bahwa
kita boleh percaya namun seberapa jauh kita bisa bergantung pada citizen journalism atau
media sosial lainnya. Media sosial tidak memiliki akses untuk membuat berita
tersbut akurat. Semua kembali lagi kepada media konvensional dimana media
konvensional mampu memiliki akses misalnya ke dalam pemerintahan.
TUGAS LAPORAN JURNALISTIK VERIFIKASI BERITA DI MEDIA
SOSIAL:
Pada 18 Oktober 2012, salah satu anggota kelompok kami membaca tweet di
timelinenya mengenai promo gratis pembelian salah satu minuman bubble tea yang
ada di salah satu mal di daerah Tangerang, yaitu Supermal Karawaci. Melalui account
@Supermal_Krwci, admin Supermal Karawaci menyebutkan bahwa pada hari tersebut, terdapat
salah satu tenant mereka yaitu Gong Cha yang memberikan promo gratis pada hari
itu saja untuk memperingati 1 tahun anniversary mereka. Promo yang diberikan
oleh Gong Cha tersebut di tweet melalui account twitter Supermal Karawaci
sebanyak dua kali dan membuat salah satu
anggota kelompok kami ingin memastikan apakah promo tersebut benar-benar
berlaku atau tidak.
Sebagai salah satu penyuka minuman sejenis Gong Cha, anggota kelompok kami
menuju Supermal Karawaci dan mengunjungi outlet Gong Cha yang berada di area
Food Court lantai 1 mal tersebut. Saat mengunjungi outlet Gong Cha, sudah
terlihat banyak pengunjung Supermal yang mengikuti promo tersebut. Ternyata apa
yang diberitakan Supermal Karawaci mengenai promo Gong Cha itu benar dan
terbukti dengan besarnya antusiasme pengunjung. Saat salah satu anggota
kelompok kami bertanya, promo ini sendiri diberikan untuk merayakan ulang tahun
Gong Cha yang pertama. Hal tersebutpun ternyata sesuai dengan apa yang di
informasikan oleh @Supermal_Krwci.
0 comments:
Post a Comment